Tuesday, August 5, 2008

Sekselingkuh di antara Chatting dan SMS

Adakah kaitan antara berasik masuk di internet dan selingkuh? Atau, berchating ria dan menemukan pasangan selingkuh disitu? Jawabannya, pasti bisa banget.

Internet sekedar media, yang bisa memperlancar berselancar disitu. Jauh sebelum ada internet, selingkuh sudah berjalan dengan tangguh. Bahwa, selingkuh diangap musuh moralis, itu ada baiknya. Tinggal kelompok moralis yang mau menggubrisnya, walaupun persoalan ini tak akan pernah bisa terbasmi habis.

Selingkuh selalu dikaitkan dengan seks. Boleh kita sebut “berselingkuh” biasanya terjadi pada pasangan, yang salah satu atau dua-duanya, sudah memiliki ikatan keluarga. Kalau terjadi, pada lajang boys and girls, biasanya disebut dengan istilah lebih netral, pacaran atau dummy, nomor contoh. Ada banyak pembenaran atau minimal pengurangan makna buruk, dibandingkan istilah selingkuh, berzina.

Internet sebagai salah satu media bentuk global bisa memperjelas persoalan ini. Bahwa diakui atau tidak, peradaban mengalami perubahan yang mendasar. Tata nilai dalam keluarga, yang paling tergoyah dan tergoyah. Dalam dunia internat, persoalannya apakah kamu masih perawan atau tidak. Atau apakah istri harus setia, apa bisa juga “main mata”’.

Keperawanan merupakan kesetiaan yang menjadi tata nilai dalam keluarga tradisional, menjadi sesuatu yang tidak menarik dibicarakan dan terdengar janggal. Perubahan sikap dasar ini yang mewarnai semua bagian-bagian lain sebagai konsekuensi logis.

Pertanyaannya, bahwa bisa lebih sederhana: apakah chatting itu sendiri bukan kegiatan berselingkuh? Bagi yang tangguh moralnya, bisa mengatakan iya. Karena saat chatting, kita bisa saling bercerita secara lebih leluasa, lebih bisa curhat habis-habisan dengan bahasa dan istilah yang membangkitkan berahi.

Bahkan lebih, dari saat berdua, bertatap mata karena berhadapan muka masih menyisakan rasa risi. Dialog dengan ketikan, karenanya lebih liar. Sekali lagi internet, atau juga Short Massage Service (SMS), bisa menjadi sarana pengantar yang tak terbebani. Dan, dalam membicarakan yang berkaitan dengan seks, persoalan ini biasanya masih ada.

Dalam chatting, atau SMS, istilah – istilah organ vital, istilah-istilah posisi, saat organisme, lebih bisa ditulis lebih terbuka, jelas, dan tak perlu rikuh. Bahkan istilah itu lebih pribadi karena hanya dipahami oleh mereka yang menggunakannya. Sebutan nama suami atau istri bisa menjadi lucu. Nama keren seperti Richard atau Sumberyawa bisa menjadi “Dul”. Nama “Klirotis” bisa menjadi indah mempesona. Nama “rambut” bisa menyematai. Dan karenanya seru.

Celakanya atau untungnya. Tergantung dari sisi mana kita melihat, yang namanya selingkuh itu membuat jauh berdebar, darah mengalir lebih deras, dan itu semuanya diperlukan agar ereksi bisa total: sekeras batang kayu. Pertanyaan diulang lagi: apakah ber-chatting itu berselingkuh ringan?.

JAWABAN ITU BERGESER TERUS KARENA RUMUSAN-RUMUSAN LAMA mengenai selingkuh tak mengenal penggunaan teknologgi komunikasi dengan internet. Kalaupun dicarikan dengan tat nilai lama, akan selalu menyisakan ketertinggalan. Lagi pula, siapa yang bisa mengontrol main di internet, di “telpon jodoh”, atau ber-SMS?.

Dalam sebutan ekstrem: rayuan dari seseorang bisa kita pakai untuk merayu yang lain, lalu dimana kata-kata murni atau pribadi? Apa makna cinta sesungguhnya? Bagaimana rumusan kesetiaan?

Cobalah masuk kedunia itu, bahkan siapa calon pasangan “selingkuh” tak kita ketahui sebelumnya; perawan, janda, punya suami punya anak, buah dadanya masih keras, mau ach. Semuanya baru terbuka perlahan, dan lagi-lagi, inilah daya tariknya. Lebih dari itu, kebuntuan atau kebosanan dengan pasangan chatting bisa berakhir cepat dan biasa-biasa, tak perlu ribut dan repot mengurusi administrasi “percerian”.

Sesungguhnya, inilah dunia yang baru, sama sekali baru. Dengan tata nilai baru,dengan cara bercengkeramah yang baru, yang tidak ada padannya dunia lama. Generasi baru lahir dari orang-orang lama. Dunia yang memberikan kesetaraan pada pria dan wanita, dunia yang membebaskan kita dari keseharian kita: siapa kita sehari-hari?.

Dunia yang membuat kita menemukan identitas baru seperti yang kita maui. Dunia dimana kita “dilahirkan kembali”, sesuai dengan kemauan kita. Siapa yang tak ingin?

Mungkin dari coba-coba, bagaimana kita dulu ketika bicara diudara dengan call sign tertentu, kemudian “mojok”, mungkin juga bisa sebagai pengganti kebutuhan yang tak ditemukan dalam kehidupan rumah tangga, sekurangnya dari pikiran positif. Ada tempat pelarian, yang membuat rumah tangga sehari-hari yang resmi lebih aman. Dari tata nilai “lama”, apabila menggunakan parameter nilai-nilai keagamaan, ini bukan sikap yang baik dan benar, jelas sekali.

Kenyataab internet memberi peluang lebih banyak untuk berselingkuh, bisa saja dituduhan begitu. Tapi akar masalahnya bukan disitu. Sejak awalpun, akar masalahnya adalah bahwa ada bentuk hubungan intim yang dinamai selingkuh. Dan, selama lembaga perkawinan belum mau menerima bentuk-bentuk lain, selingkuh tetap membuat darah mengalir lebih deras.

Dengan kata lain, mau atau malu, ragu atau setuju, dunia dengan tat nilai baru ini sudah ada. Dunia yang tak mengenal tabu, dunia yang tak mampu diperhitungkan sebelumnya, ketika peradaban bergerak, ketika alat-alat komunikasi, medium baru ditemukan.

Suatu revolusi seks yang sama ketika ditemukan alat kontrasepsi, ketika memasang spiral, ketika terjadi pemahaman berbeda mengenai “prokreasi” dan “ rekreasi”, ketika kaum perempuan mulai bertanya kapan organisme, dan ketika tak mau sekedar menjadi obat tidur sehabis berintim lalu ditinggal lelap.

Dunia Internet Merupakan Dunia Yang Sama Sekali baru. Dunia yang datang bertemu ke dalam kamar paling pribadi kita dan mengusiknya. Kita bisa berpura-pura tak tahu, kita bisa menutup mata, namun kita tak bisa menghilangkan kenyataan ini.

Seiring dengan perkembangan atau kemunduran, perubahan itu memaksa kita untuk kembali mempertanyakan apa yang selama ini dapat kita jalani. Mempertanyakan kembali nasehat-nasehat orang tua. Mengugat kembali ajaran yan tak pernah bisa ditawar.

Satu hal jelas: yang paling terkena perubahan adalah tata krama dalam keluarga. Karena bentuk ini yang paling banyak aturannya. Perubahan ini bisa berarti membebaskan. Dari sisi ini, secara pribadi, saya melihat sebagai sesuatu yang istimewa. Adanya kemungkinan kita memilih jati diri, menampilkan diri sebagaimana yang kita maui.

Kita bisa hadir tanpa beban: saya ini istri siapa, atau ibu siapa, atau predikat-predikat yang menjadi ukuran nilai sebelumnya. Dan kalau kaum cewek atau hawa merasa lebih terbebaskan, semata-mata karena sebelumnya terlalu banyak tat krama yang membelenggunya.

Sebagai media, internet tak bisa memilahkan salah satu benar. Sebagai bentuk komunikasi, chatting tak bisa menyelesaikan mana yang boleh dan mana yang dilarang. Pada akhirnya, kembali pada pengguna.

Dan pada titik itu, sang pengguna sudah berada dalam dunia yang baru, dunia “selingkuh” dengan cra yang belum ada pada generasi orang tuanya. Dunia yang memperlihatkan kemungkinan membuka jalan lebar keluar, entah menuju ke mana.

Mungkin juga, membawa kita kembali ke asal hubungan kita. (oleh:Arswendo Atmowiloto)

No comments: